Selasa, 09 Februari 2010

KRISIS LINGKUNGAN

Bahwa lingkungan di Indonesia telah mengalami krisis merupakan satu fakta yang harus dipahami dan disadari. Dan bahwa krisis tersebut akan mengancam keberlanjutan Indonesia, merupakan satu premis yang penting untuk direnungkan dan direspon. Persoalannya adalah dimana akar sebabnya?

Sebagaimana kita ketahui, idiologi pembangunan yang materialistik selama ini telah mendorong proses-proses pembangunan yang luar biasa. Capaian pembangunan yang materialistik tersebut juga harus diakui membawa benyak manfaat bagi umat manusia dan peradaban. Pada saat yang sama, akan tetapi, capaian pembangunan tersebut harus diakui belum membawa kesejahteraan pada seluruh umat manusia. Bahkan cenderung terjadi gap yang cukup dalam dan lebar antara mereka yang over consumption dan mereka yang under consumption. Dalam perspektip ini, menjadi penting kemudian melihat kembali etika lingkungan yang mendasari proses-proses pembangunan tersebut.

Sebagaimana banyak dikaji dalam literur, terdapat dua kubu ekstrem etika lingkungan yang dapat dipertentangkan. Pandangan pertama biasa dikenal dengan pandangan anthropocentris, yang menekankan pada manusia sebagai subjek utama dunia dan harus mendapat prioritas dalam pemanfaatan lingkungan dan sumber daya. Dalam pandangan ini, proses-proses pembangunan dan implikasinya terhadap lingkungan dipandang sebagai satu keniscayaan, sejauh proses-proses pembangunan tersebut diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia. Pandangan in mewarnai dan menjiwai proses-proses pembangunan yang eksploitatip selama ini, dan seringkali juga digunakan sebagai alat untuk menjustifikasi setiap keputusan pembangunan yang dilakukan manusia. Dalam banyak kasus, pandangan ini juga dipakai manusia untuk menjustifikasi motiv dan tindakan serakahnya, dan implikasinya tentunya adalah pengorbanan dan kerusakan lingkungan.

Pandangan kedua merupakan respon yang kritis terhadap pandangan pertama, berakar pada pandangan deep ecology. Pandangan deep ecology merupakan pandangan yang amat menekankan pada kepentingan dan kelestarian lingkungan alam. Pandangan ini dilandaskan pada etika lingkungan yang kritikal, dan mendudukkan lingkungan tidak saja sebagai objek moral, tetapi subjek moral, sehingga harus diperlakukan sederajat dengan manusia. Pandangan ini mengingkari pandangan yang melihat lingkungan sebagai objek moral dan mempunyai juga hak. Pengakuan terhadap lingkungan sebagai moral subyek mempunyai implikasi bahwa prinsip-prinsip justice juga harus diberlakukan dalam konteks hubungan antara manusia dan lingkungan sebagai sesama moral subyek. Termasuk disini isu tentang “animal rights”. Dalam padangan ini, proses-proses pembangunan harus sejak awal melihat implikasinya terhadap lingkungan, karena setiap proses pembangunan akan melibatkan perubahan dan pemanfaatan lingkungan dan sumber daya (yang diperlakukan sebagai subjek moral).

Ide-ide pembangunan berkelanjutan yang dikembangkan sejak awal tahun 1970an, sejatinya mencoba mempertemukan dua kutup pandangan tentang lingkungan sebagaimana dikemukakan di atas. Ide-ide pembangunan berkelanjutan berlandaskan pada konsep bahwa, kalaulah tidak setara, lingkungan dan manusia harus diperlakukan sebagai dua subjek yang saling terkait dan memerlukan. Proses-proses pembangunan, dengan demikian, dapat diorientasikan pada kepentingan manusia, akan tetapi tidak berarti pembenaran terhadap pengorbanan dan kerusakan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan berprinsip bahwa proses-proses pembangunan dapat dilakukan dengan arif dan kehati-hatian, agar lingkungan itu sendiri tidak mengalami kerusakan dan dapat terus menjamin dan menopang kehidupan manusia. Lebih lanjut, pembangunan juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan sesama dan lintas generasi.

Pada hematnya, pembangunan berkelanjutan sesungguhnya merupakan wacana moral dan kultural. Hal ini disebabkan karena yang menjadi persoalan utama adalah pada bentuk dan arah peradaban seperti apa yang akan dikembangkan manusia di planet bumi ini. Pertanyaan in tentunya merupakan pertanyaan moral dan kebudayaan yang tidak mudah untuk dijawab, akan tetapi memerlukan pemikiran yang serius dan menerus. Apapun bentuk peradaban yang akan kita bangun, telah menjadi semakin jelas bahwa penduduk planet bumi yang sudah mencapai hampir 6 milyard ini tidak akan dapat semuanya hidup sebagaimana tingkat dan gaya hidup masyarakat di negara-negara maju yang materialistis. Oleh karenanya, diperlukan satu bentuk peradaban baru yang lebih baik, tidak boros dan materialistik, yang dapat ditopang oleh ketersediaan sumber daya yang ada di bumi ini. Disinilah diperlukan satu terobosan kebudayaan dan peradaban untuk menyelamatkan dan mengembangkan kehidupan manusia.

Persoalannya adalah bagaimana landasan etika ini dapat mewujud menjadi satu tindakan yang nyata untuk perubahan? Apakah pendekatan etika lingkungan dapat dapat membawa perubahan pada aras individu, kelompok individu, dan masyarakat secara luas? Adakah jaminan bahwa perubahan pemahaman dan kesadaran akan begitu saja mewujud menjadi satu tindakan dan gerakan bersama? Memang, etika penting dan mendasar, akan tetapi bagaimana etika dapat mendorong dan menjamin tindakan dan gerakan nyata adalah persoalan lain.

Senin, 08 Februari 2010

PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

Tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dibidang perlindungan hutan, penanggulangan kebakaran hutan, konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati, serta wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan.
Perlindungan hutan meliputi pengamanan hutan, pengamanan tumbuhan dan satwa liar, pengelolaan tenaga dan sarana perlindungan hutan dan penyidikan.
Perlindungan Hutan diselenggarakan dengan tujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi dapat tercapai secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan ini merupakan usaha untuk :
  1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, bencana alam, hama serta penyakit.
  2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Penanggulangan kebakaran hutan meliputi pengembangan sistem penanggulangan kebakaran, deteksi dan evaluasi kebakaran, pencegahan dan pemadaman kebakaran, dan dampak kebakaran.
Konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati meliputi pengelolaan dan pendayagunaan kawasan konservasi serta pemberdayaan masyarakat sekitar taman nasional, taman wisata, taman hutan raya, kawasan suaka alam, hutan lindung dan taman buru.
Konservasi keanekaragaman hayati meliputi konservasi jenis dan genetik, konservasi ekosistem esensial, pengembangan lembaga konservasi, penangkaran tumbuhan dan satwa liar, tertib peredaran tumbuhan dan satwa liar.
HUTAN KONSERVASI
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Hutan konservasi terdiri dari :
  • Kawasan hutan Suaka Alam (KSA) berupa Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM);
  • Kawasan hutan Pelestarian Alam (KPA) berupa Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya (TAHURA) dan Taman Wisata Alam (TWA); dan
  • Taman Buru (TB).
Kawasan hutan Suaka Alam (KSA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Kawasan hutan Pelestarian Alam (KPA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
Masing-masing bagian dari KSA dan KPA dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
  • CAGAR ALAM (CA) adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan perkembangannya berlangsung secara alami.
  • SUAKA MARGASATWA (SM) adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dn atau keunikan jenis satwa bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan kebanggaan nasional yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
  • TAMAN NASIONAL (TN) adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan Kawasan Taman Nasional dilakukan oleh Pemerintah.
  • TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan jenis asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, budaya, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan Kawasan Taman Hutan Raya dilakukan oleh Pemerintah.
  • TAMAN WISATA ALAM (TWA) adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Pengelolaan Kawasan Taman Wisaha Alam dilakukan oleh Pemerintah.
  • TAMAN BURU (TB) adalah kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu.
Sampai dengan tahun 2002, komposisi hutan konservasi di seluruh Indonesia yang ada di daratan dan laut diuraikan pada Tabel-5 di bawah ini :
Tabel-5. Komposisi Hutan Konservasi di Seluruh Indonesia Sampi Dengan Tahun 2002 
Jenis Hutan Konservasi
Konservasi Darat
Konservasi Laut
 
Unit
Luas
Unit
Luas
Cagar Alam
169
2.683.898
8
211.555
Suaka Margasatwa
52
3.526.343
3
65.220
Taman Wisata
84
282.086
18
765.762
Taman Buru
14
225.993
-
-
Taman Nasional
35
11.291.754
6
3.680.936
Taman Hutan Rakyat
17
334.336
-
-
 
 
 
 
 
Total
371
18.344.410
35
4.723.474
 EKSPOR SATWA DAN TUMBUHAN
Perdagangan ke luar negeri/ ekspor satwa dan tumbuhan liar dari alam serta hasil penangkaran seperti ikan arwana dan buaya telah menghasilkan penerimaan negara yang cukup besar.  Selama tahun 2002 perkiraan penerimaan negara dari ekspor tumbuhan dan satwa liar mencapai 2,12 juta US $,  terbesar dihasilkan dari ekspor ikan arwana yang mencapai 1,32 juta US $.
KEBAKARAN HUTAN
Luas kebakaran hutan berdasarkan laporan yang masuk ke Ditjen PHKA dari daerah (Unit Pelaksana Teknis) selama tahun 2002 untuk seluruh kawasan hutan di Indonesia seluas 35.497 Ha. Berdasarkan fungsinya kejadian kebakaran hutan terluas terjadi di areal hutan produksi dan taman nasional, masing-masing seluas 15.397 Ha dan 15.752 Ha. Data tersebut hanya berdasarkan laporan yang terekam oleh UPT Departemen Kehutanan di daerah.

Sumber:

http://www.dephut.go.id/informasi/statistik/stat2002/PHKA/PHKA.htm

Sabtu, 06 Februari 2010

Manfaat Sebatang Pohon Untuk Hijau Negeriku

Mengapa penghijauan perlu diperhatikan dan harus tetap dilaksanakan? Mengapa pepohonan harus tetap ditanam kembali dan dijaga kelestariannya?
Karena pohon adalah mahluk hidup yang tidak bias berjalan tetapi memberikan peran yang signifikan bagi mahluk yang berjalan.
Dari sebuah kajian penelitian, secara sederhana dapat disimpulkan semakin tinggi pohon yang tumbuh subur diatas tanah akan semakin memberi manfaat yang lebih diantaranya adalah menghasilkan oksigen (O2) 1,2 kilogram/pohon/hari.
Sementara itu fungsi pohon dibawah tanah diantaranya adalah menyerapkan air ketanah, mengikat butir-butir tanah, mengikat air dari pori tanah dengan kapilaritas dan tegakan permukaan.
Akar pohon menyerap air hujan ke tanah sehingga tidak mengalir sia-sia. Kemudian mengikat air dipori tanah dan menjadikan sebagai cadangan air di musim kemarau.
Sehingga ketersediaan air tanah secara berkesinambungan tetap terjaga dan menjadikan debiut mata air, sungai dan danau tetap besar, serta tidak terjadi kekeringan pada musim kemarau dan pada musim penghujan bencana banjir tidak terjadi.
Akar pohon juga mengikat buti-butir tanah sehingga dapat mencegah terjadinya erosi dan terjadinya tanah longsor.
Pohon-pohon dihutan mendaur ulang hujan dan membangun iklim mikro terjaga, kelembaban terkendali dan curah hujan turun.

Sumber:
http://id.shvoong.com/newspapers/indonesia/1843512-manfaat-sebatang-pohon/

Jumat, 05 Februari 2010

Stop Alih Fungsi Rawa di Palembang

Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Selatan (Sumsel) mendesak pemda dan para pihak di daerahnya, untuk menghentikan segala bentuk alih fungsi, termasuk penimbunan, rawa di Kota Palembang menjadi kantor pemerintah maupun kepentingan bisnis swasta.

Manajer Pengembangan Sumber Daya Organisasi (PSDO) WALHI Sumsel, Hadi Jatmiko, mendampingi Direktur Eksekutif, Anwar Sadat, di Palembang, Selasa, menegaskan desakan stop alih fungsi rawa itu, guna mencegah bencana dan memaksimalkan resapan air untuk menghindari banjir.

Hadi menyebutkan, sebagian dari luas Kota Palembang 40.000 ha adalah rawa yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 didefinisikan bahwa rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat, serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis.

"Atas dasar inilah maka wajib bagi pemerintah untuk menjaga dan melindungi ekosistem rawa itu," kata Hadi pula.

Namun kenyataan yang terjadi saat ini, lahan rawa yang tadinya mempunyai luas 22.000 ha, kini hanya tersisa sekitar 30 persen dari luas tersebut (7.300 ha ).

Penyusutan lahan rawa itu, akibat alih fungsi rawa yang dijadikan perumahan, perkantoran dan pergudangan oleh pihak swasta maupun pemda itu sendiri.

Dia mencontohkan, konversi rawa oleh PT Orchid Residence Indonesia seluas 8 ha untuk pembangunan apartemen, pembangunan Komplek Perumahan Citra Grand City oleh Ciputra Grup dengan luas lahan rawa mencapai 60 ha, pembangunan kantor Bank Sumsel di Jakabaring seluas 3 ha, pembangunan gedung DPRD Kota Palembang 5 ha, dan pembangunan fasilitas lainnya.

Parahnya, menurut Hadi, konversi rawa tersebut dilegalkan oleh Pemerintah Kota Palembang melalui Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Pengendalian dan Retribusi Lahan Rawa, dalam salah satu pasalnya menyebutkan bahwa untuk pengalihfungsian lahan rawa di Kota Palembang, pengembang cukup dengan membayar retribusi sesuai yang telah ditetapkan.

Atas bertambah luas lahan rawa yang dikonversikan itu (tersisa 7.300 ha), membuat Kota Palembang terus mengalami bencana banjir, baik banjir yang diakibatkan oleh hujan maupun karena pasang surut air Sungai Musi.

Tetapi dengan rentannya bencana banjir tersebut, tidaklah menjadikan Pemkot Palembang dan Pemprov Sumsel untuk menghentikan semua kebijakan yang telah mengizinkan alih fungsi rawa di kota Ini, kata Hadi pula.

Dia menyebutkan keputusan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang yang masih memberikan Izin terhadap rencana pembangunan gedung perkantoran untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel seluas 80 ha di lahan rawa Jakabaring, serta pemberian Izin terhadap pembangunan gedung Carrefour seluas 5 ha di Jakabaring dalam waktu dekat ini yang juga mengalihkan fungsi lahan rawa.

Padahal dengan kebijakan itu, lanjut Hadi, dapat dipastikan bahwa ke depan akan semakin meluas dan merata bencana banjir di seluruh pelosok kota itu.

Karena itu, WALHI Sumsel menolak rencana pembangunan kompleks perkantoran Pemprov Sumsel, gedung Carrefour, dan lainnya yang akan mengalih fungsikan (penimbunan) lahan rawa di Jakabaring karena akan berdampak timbul bencana banjir.

WALHI Sumsel juga mendesak segera mencabut atau merevisi Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian serta Pemanfaatan Rawa yang selama ini hanya melegitimasi pengalihfungsian lahan rawa di Kota Palembang.

Sebelumnya, sejumlah pedagang pengecer di Pasar Induk Jakabaring, Palembang, juga menyatakan keberatan bila Carrefour pindah ke kawasan itu, karena dinilai akan
mematikan bisnis mereka yang berlangsung di pasar tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, Carrefour, sebuah perusahaan asal Prancis, akan membangun gedung di kawasan Jakabaring, Palembang.

Peluang ini setelah Pemprov Sumsel menyediakan lahan seluas dua hektare di Jakabaring itu.

Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Sumsel, Eddy Hermanto, menjelaskan. lahan dua hektare itu akan dibangun oleh Carrefour dengan pola BOT (Build Operate and Transfer).

Carrefour yang berseteru dengan PT BJLS (Bayu Jaya Lestari Sukses) beberapa waktu soal penyewaan mereka di Palembang Square, Jl Angkatan 45, diberi waktu maksimal hingga awal tahun depan di mal tersebut.

Menurut Eddy Hemanto, pola BOT yang ditawarkan sangat menguntungkan Pemprov Sumsel.

Lahan kosong milik pemerintah Sumsel itu berada di Jakabaring, di samping Gedung Olahraga (GOR) Jakabaring, akan dimanfaatkan dan dibangun PT Carrefour Indonesia dengan pola BOT selama 20-30 tahun.

Sumber:
http://www.antaranews.com/berita/1265128319/walhi-stop-alih-fungsi-rawa-di-palembang

Kamis, 04 Februari 2010

PESONA GUNUNG DEMPO

Gunung Dempo (3159 mdpl) terletak di perbatasan propinsi Sumatera Selatan dan propinsi Bengkulu. Untuk mencapai desa terdekat, terlebih dahulu anda harus mencapai kota Pagar Alam, kurang lebih 7 jam perjalanan darat dari Palembang. Dari ibukota Sumatera Selatan ini tersedia banyak bus ke arah Pagar Alam. Atau apabila anda dari Jakarta, sebelumnya dapat menumpang bus jurusan Bengkulu atau Padang, dan turun di Lahat.
Kota Pagar Alam, memang sesuai dengan namanya, kota ini jelas dikelilingi oleh pegunungan Bukit Barisan dan yang tertinggi dari barisan tersebut adalah Gunung Dempo. Gunung ini sangat indah menjulang tegak menggapai langit nan biru apabila dilihat pada pagi hari.
Oleh karena itu sangat tepat bila bermalam dulu di kota ini, disini banyak tersedia losmen atau motel, berkisar Rp. 20.000 semalam. Budaya kota yang sudah berbaur dari berbagai suku baik pendatang maupun asli menciptakan kedamaian yang anda tidak peroleh di kota-kota besar.
Dari terminal Pagar Alam, terlebih dulu mencarter mobil/taksi untuk jurusan Pabrik Teh PTPN III yang jaraknya mencapai 15 km dari terminal. Di pabrik ini ada baiknya anda berkenalan dengan seseorang yang biasa dipanggil pak Anton, beliau termasuk yang dituakan oleh para pencinta alam seantero Sumsel-Lampung. Dengan meminta bantuannya, mobil carteran akan membawa anda ke desa terdekat dari kaki gunung Dempo, yang dapat memakan waktu lebih dari 20 menit, karena jalannya cukup terjal, berkelok dengan melewati hamparan kebun teh nan hijau.
Jalur menuju ke puncak gunung inipun sudah sangat jelas dan bahkan di hari-hari biasa pun banyak orang desa yang sengaja naik ke puncak baik itu untuk mencari kayu ataupun sekedar berhiking.
Meski gunung ini cukup tinggi, tetapi air jernih yang ada terdapat sampai setengah perjalanan ke gunung ini sehingga para pendaki tidak perlu khawatir kehabisan air minum selama perjalanan. Sebuah sungai kecil yang jernih, mengalir di perbatasan hutan pertanda kita mulai memasuki daerah hutan yang ditumbuhi dengan tumbuhan yang mirip seperti yang kita dapati di gunung Gede-Pangrango, yaitu hutan montana. Jalan setapak penuh dengan akar-akar yang melintang, kemiringan lereng sendiri cukup curam untuk memeras keringat. Tidak ada tanda-tanda khusus, keadaan hutan ini hampir homogen dan sangat hening.
Empat atau lima jam kemudian, kita akan memasuki daerah dengan vegetasi tumbuhan berpohon rendah dan semakin rendah, beberapa daerah agak terbuka, pandangan pun menjadi luas. Gunung Dempo memiliki dua puncak yang satunya bernama Puncak Api. Menjelang puncak pertama Dempo yang merupakan dataran masif, Puncak pertama ditumbuhi tanaman yang rendah mirip perdu. Dari puncak pertama ini kita turun kembali ke lembah yang diapit oleh puncak pertama dan puncak utama. Dilembah ini terdapat sebuah sumber mata air mengalir di sini. Hanya airnya yang jernih ini sedikit kecut rasanya, mungkin pengaruh rembesan belerang.
Pendakian kepuncak utama tidak terlalu sulit. Lerengnya terdiri dari kerikil dan batu-batu dengan kemitingan lereng sekitar 40°, cukup stabil untuk didaki. Puncak utama gunung Dempo (3158 m), Merupakan kawah gunung berapi yang masih bergejolak dengan diameter sekitar seratus meter persegi. Dinding kawah cukup terjal dan tidak mungkin bisa dituruni tanpa batuan tali temali. Pemandangan dari puncak cukup mengasyikan. Selain kawah yang memberikan kesan khusus, tampak juga terhamparan propinsi Bengkulu dengan Lautan Hindia dengan hamparan lembah yang sunyi dan hening. Perjalanan turun hanya memakan waktu dua jam. Bila kemalaman anda bisa menginap di Dusuun VI, dengan terlebih dahulu minta izin kepala keamanan di sana.

Pecinta Alam identik dengan pelestarian alam....????

Saat ini keberadaan klub Pecinta alam tumbuh subur di bumi pertiwi ini, seperti jamur dimusim hujan. Dengan kondisi alam yang begitu mendukung kegiatan tersebut. Sebuah usaha positif dalam menyalurkan kegiatan tersebut. Namun terbersit ke khawatiran dengan banyaknya klub/kelompok pecinta alam tersebut. Apalagi bila ke hadiran klub-klub ini tidak diiringi misi dan visi yang jelas dalam organisasinya. Lihat saja gunung-gunung di Indonesia, contohnya Gede-Pangrango. Begitu kotor dan penuh dengan sampah...!
Mereka yang menamakan dirinya pecinta alam seharusnya menjadi ujung tombak dalam pelestarian alam ini bukan justru sebaliknya.
Makna pecinta alam dewasa ini sudah jauh dari makna yang sebenarnya.
Pecinta Alam bukanlah mereka yang yang telah menggapai atap-atap dunia, bukan mereka yang berhasil melakukan expedisi yang berbahaya, bukan pula mereka yang ahli dalam mendaki. Tapi mereka adalah orang-orang yang mau menjaga kebersihan lingkungan dimana mereka berada.
Sudah banyak manusia-manusia yang telah menggapai atap-atap dunia, tapi hanya segelintir orang yang benar-benar sebagai pecinta alam.
Semoga kita termasuk segelintir orang yang peduli dengan alam.

Jumat, 10 April 2009

Demokrasi Indonesia

Kemarin tanggal 9 April 2009, Indonesia telah melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan, yaitu pemilu legislatif. Walaupun banyak kekurangan dan kesalahan di beberapa tempat, tetapi pemilu tersebut dapat berjalan dengan lancar. keamanan dan stabilitas negara masih kondusif. tetapi dari pesta demokrasi tersebut, banyak yang kecewa terhadap kinerja KPU, baik itu dari segi pelaksanaan ataupun dari segi persiapan pemilu.
Golput tidak luput dari pantauan dan pembicaraan pasca pemilu.
ada beberapa kriteria golput yang tidak memberikan suara pada pemilu 2009, antara lain:
1. Golput Administratif, yaitu golput yang memiliki hak suara tetapi tidak mendapatkan undagan dari KPU untuk memberikan suaranya dikarenakan domisili saat pemilu dan alamat di KTP berbeda. contoh Mahasiswa kost.
2. Golput beneran, yaitu golongan yang mempunyai hak suara dan mendapatkan undangan dari KPU, tetapi yang bersangkutan tidak memberikan suaranya.

Namun apapun hasil dari pemilu ini, semestinya semua partai dan para caleg dapat menerima kekalahan dan selalu legowo menerima hasil pemilu.
Mari kita jaga bersama sama stabilitas negara ini, karena pasca pemilu merupakan masa yang rawan terjadi kericuhan dan tensi politik meningkat.
Selamat bagi Partai pemenang pemilu dan caleg yang akhirnya duduk di kursi DPR....
Merdeka Indonesia....................!!!!!!!!!!!!